Tamim Ansary adalah muslim Afghanistan yang sejak awal tertarik kepada sejarah. Posisinya yang cukup dekat dengan kalangan pendidikan menengah di Amerika Serikat membuatnya merasa perlu menerbitkan buku sejarah yang punya “angle” berbeda. Tamim secara obyektif melihat bahwa buku-buku sejarah di Amerika Serikat memiliki “angle” yang kurang berimbang. Buku sejarah yang digunakan lebih berat pada sudut pandang Barat dengan alur Yunani Kuno – Romawi – Renesans – Peradaban Barat Modern. Tamim melihat bahwa terdapat “missing-link” sejarah yaitu Peradaban Islam. Peradaban yang sesungguhnya besar dan sama besarnya (kalau tidak lebih besar) tinimbang Peradaban Barat. Bahkan, banyak fundasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di dunia Barat memiliki pijakan karya-karya para skolar muslim semisal Al Jabar, Ibn Sina, Ibn Rusyd, ataupun Al Khawarizm.
Peradaban Barat menjadi tampak besar akibat ia dikonstruksi secara sistematis melalui penggiringan pemikiran. Pemikiran yang digiring tersebut adalah pikiran dari publik non Barat agar mengikut penceritaan sejarah mereka yang bias Barat. Agar asumsi dasar bahwa Barat bukan satu-satunya peradaban terbaik dunia terus menghegemoni, Tamim merasa wajib melakukan counter mind construction : Peradaban Islam. Peradaban Islam ini mampu tumbuh dan dikenal sebagai sebuah peradaban yang juga memiliki karakter unggul lewat konstruksi sejarah. Inilah benar merah utama buku Tamim ini.
Dunia Mediterania dicirikan oleh Laut Mediterania selaku penghubung antar masyarakat yang mengkonstruksi Peradaban Barat. Eropa (Spanyol, Perancis, Jerman, Italia, Yunani), Asia Kecil (Byzantium), Laut Hitam, Antiokia, Mesir, dan Kartago terhubung satu sama lain lewat jalur Laut Mediterania. Jalur tersebut sudah berusia kuno, tetapi terus dipergunakan bahkan hingga abad modern kini. Lewat interaksi yang intens di antara masyarakat yang melakukan perhubungan lewat laut tersebut, tumbuhlah Peradaban Barat. Peradaban-peradaban yang tumbuh di masing-masing wilayah jalur Mediterania tersebut kerap diacu sebagai milestone perceritaan sejarah versi Barat.
Di sisi lain, Tamim menyebut Dunia Tengah. Berbeda dengan Mediterania, Dunia Tengah mengandalkan jalur darat sebagai basis perhubungan. Kawasan ini berkisar dari Byzantium yang paling barat hingga Cina yang paling Timur. Dari Laut Hitam dan Kaspia di paling utara hingga India dan Laut Arab di sebelah selatan. Jalur Sutera ada di dalam dunia ini. Tentu kita sudah tidak menyangsikan sumbangan besar Jalur Sutera terhadap perkembangan peradaban dunia, bukan?
Peradaban Islam tumbuh lewat interaksi di dalam Dunia Tengah ini. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam dunia ini, kemudian dianggap sebagai milestone tumbuhnya Peradaban Islam. Lewat Dunia Tengah inilah konstruksi sejarah Tamim dititikberatkan.
- Kelahiran peradaban (Mesir dan Mesopotamia)
- Zaman klasik (Yunani dan Roma)
- Zaman kegelapan (kebangkitan Kristen)
- Kelahiran kembali: Renesans dan Reformasi
- Pencerahan (penjelajahan dan ilmu pengetahuan)
- Revolusi (demokrasi, industri, teknologi)
- Bangkitnya Negara-Bangsa: Perjuangan demi Kerajaan)
- Perang Dunia I dan II
- Perang Dingin
- Kemenangan Kapitalisme Demokratik
Atas observasinya, Tamim merasa perlu mengeluarkan counter-construction. Maka ia buatlah milestone sejarah “baru” yang menurutnya juga menjadi hak bangsa-bangsa yang mencurahkan interaksi mereka di Dunia Tengah. Konstruksi Tamim tersebut sebagai berikut :
- Zaman Kuno : Mesopotamia dan Persia
- Kelahiran Islam
- Kekhalifahan: Pencarian Persatuan Universal
- Perpecahan: Zaman Kesultanan
- Bencana: Tentara Salib dan Mongol
- Kelahiran kembali: Era Tiga Kekaisaran
- Perembesan Timur oleh Barat
- Gerakan Reformasi
- Kemenangan Modernis Sekuler
- Reaksi Islamis
Islam selaku “praksis” kemudian tumbuh di masa dinasti paling awal yaitu Bani Umayyah (661-737) dan Bani Abbasiyah (737-961). Termasuk ke dalamnya adalah Dinasti Umayyah di Cordova, Spanyol. Dalam masa ini, Dunia Islam menampakkan perluasan wilayah pengaruh yang tidak saja berlingkup di Dunia Tengah, melainkan pula Dunia Mediterania. Misalnya, Dinasti Umayyah di Cordova mencakup Afrika Utara dan Spanyol bagian selatan, wilayah yang tadinya identik dengan Dunia Mediterania.
Di waktu kemudian, Dunia Tengah ditandai oleh berkuasanya 3 dinasti berbeda dan berlangsung satu masa yaitu Dinasti Umayyah di Cordova, Dinasti Fathimiyah yang berkuasa dari Jazirah Arab bagian selatan di timur hingga sebagian Maroko di barat, dan Dinasti Abbasiyah yang menguasai sebagian besar jazirah Arabia di timur hingga Bukhara di barat. Periode 3 Dinasti ini berlangsung dari 737-1095.
Dalam periode Umayyah, Fathimiyah, dan Abbasiyah, kaum Muslim nyaris tidak menyangka bahwa “Eropa” atau “Barat” itu ada. Mereka merasa berada di tengah inti peradaban dunia. Ini akibat majunya perkembangan mereka saat itu di tengah Eropa yang “tidur.” Bahkan, ketika orang Turki beragama Islam mulai masuk ke kancah peradaban Dunia Tengah, kaum Muslim mampu menaklukan Benteng Konstantinopel, sebuah benteng yang hingga penaklukannya, dianggap tidak dapat dikalahkan.
Hingga akhirnya, masuklah kekaisaran Seljuk Islam yang mengubah peta Dunia Tengah. Dengan motor awalnya Alp Arslan, Seljuk bergerak ke barat dan menaklukan wilayah Romawi bagian Timur, Yerusalem ke barat laut hingga perbatasan Kairo, ke tenggara hingga wilayah Iran kini, ke timur hingga Samarkand, dan ke utara hingga Laut Aral dan Kaspia. Batas timur Dunia Mediterania satu demi satu jatuh ke tangan kaum Muslim.
Setelah sempat terhenti akibat invasi bangsa Mongol yang berkisar antara 1081-1381 dan “teater Perang Salib” peradaban Islam kembali mengalami “renesans.” Tamim menandai masa renesans ini sejak 1263 hingga 1600. Saat itu Eropa tengah berada dalam Era Kegelapan akibat perseteruan kuasa Raja versus kuasa Gereja. Setelah kaum Mongol menginvasi wilayah Dunia Islam, pada perkembangannya justru para jenderal dan pimpinan Mongol yang berkonversi menjadi Islam. Misalnya Berkhe, jenderal Mongol yang menguasai Persia berkonversi menjadi Islam sehingga dikatakan ia pun membangun peradaban Islam juga. Bahkan, anak Hulagu (penakluk Baghdad) pun turut berkonversi menjadi Islam. Dinasti yang berkembang di Persia adalah Safawi yang berkisar antara 906 – 1138. Juga Dinasti Moghul di India dan Afghanistan pada 900 – 1273. Dengan demikian menjelang masa renesans ini, Dunia Islam kembali ditandai oleh berkuasanya 3 dinasti besar yang hidup satu waktu: Dinasti Utsmani, Dinasti Safawi, dan Dinasti Moghul.
Masa renesans tersebut paling signifikan akibat berkembangnya dinasti Utsmani sejak 700 hingga 1341. Dinasti inilah yang membuat tonggak penting perkembangan peradaban Islam dengan menaklukan Benteng Konstatinopel: benteng yang tidak tertaklukan di masa-masa sebelumnya. Penaklukan benteng Konstantinopel merupakan prestasi prestisius bagi dunia Muslim yang secara simbolik pula dianggap superioritas dunia Islam atas Barat.
Mengapa benteng Konstantinopel sangat sulit ditembus? Ini karena ia terletak di sepetak tanah segitiga berbentuk tanduk badak, menghadap Selat Bosporus di satu sisi dan Laut Marmara di sisi lain. Di kedua sisi ada dinding laut yang tinggi dan tanjung-tanjung yang membentuk selat sempit. Dari selat tersebut Byzantium bisa memborbardir setiap kapal yang coba mendekat untuk menyerang kota.
Di daratan, ada serangkaian dinding batu yang membentang sepanjang semenanjung dari laut ke laut. Masing-masing dinding punya parit-parit sendiri. Setiap parit itu lebih luas dan lebih dalam dari luar ke dalam dan setiap dinding lebih tebal dan lebih tinggi daripada yang sebelumnya. Dinding terdalam berdiri 90 kaki tingginya dan lebih dari 30 kaki tebalnya. Tak ada yang bisa melewati rintangan tersebut terutama karena Byzantium memiliki senjata rahasia bernama Api Bizantium. Api ini adalah sebuah zat lengket mudah terbakar yang diluncurkan dari ketapel (catapult) dan memercikkan api ketika mendarat, menempel di daging, dan tidak bisa dipadamkan dengan air. Api Byzantium merupakan prototipe Bom Napalm yang dipraktekkan Amerika Serikat di Perang Vietnam.
Mengapa benteng Konstantinopel secara strategis penting? Menurut Tamim, jika ditarik ke Barat maka sebuah garis tak terputus akan terentang dari Konstatinopel hingga ke Roma dan dunia Julius Caesar. Bagi kaum Kristen, Konstatinopel masih dianggap sebagai ibukota kekaisaran Roma. Sementara bagi umat Islam, dikisahkan bahwa Nabi Muhammad sendiri pernah mengatakan bahwa kemengangan akhir Islam akan berada di tangan ketika kaum Muslim mampu merebut Konstatinopel. Juga, tidak kurang Al Kindi mengatakan bahwa siapapun kaum Muslim yang mampu mengalahkan Konstantinopel akan memperbarui Islam dan selanjutnya menguasai dunia. Dengan demikian, tampak begitu simboliknya penaklukan benteng Konstantinopel ini bagi Dinasti Utsmani.
Sultan Mehmet dari Dinasti Utsmani naik tahta tahun 1452. Penaklukan Benteng Konstatinopel masuk ke dalam prioritas kekuasaannya. Ia juga mempekerjakan insinyur Hungaria bernama Urban yang berkonversi ke Islam untuk membangun pengecoran sekitar 150 mil dari benteng Konstantinopel dan memproduksi artileri. Puncak karya Urban adalah meriam sepanjang 27 kaki dengan diameter yang besarnya memungkinkan seorang pria dewasa merangkak memasukinya. Senjata ini mampu menembakkan batu granit seberat 1,2 ton sejauh 1 mil.
Pengepungan Konstatinopel berlangsung 54 hari. Pasukan Mehmet terus menembakkan meriam “raksasa”, sambil para janissari yang terdiri atas orang Arab, Persia, bahkan orang Kristen Eropa sendiri ikut terus menyerbu benteng tersebut. Hingga akhirnya, seorang di pihak Konstantinopel lupa menutup salah satu pintu kecil di salah satu sudut dinding ketiga dan paling tak tertembus. Beberapa orang Turki menerobos masuk, mengamankan sektor tersebut, membuka pintu gerbang yang lebih besar untuk rekan-rekan mereka, dan tiba-tiba ibukota yang paling tangguh di kekaisaran dan bertahan paling lama di Dunia Barat itu berkobar dalam nyala api.
Mehmet melarang pasukannya menghancurkan kota tersebut. Ia berniat menjadikannya ibokota kekaisarannya. Sejak saat itu, kota tersebut secara informal lebih dikenal sebagai Istanbul dan Mehmet kemudian digelari Mehmet Sang Penakluk. Dengan menguasai Konstatinopel pintu menuju Eropa melalui pintu Timur jadi terbuka lebar.
Tamim berandai-andai, jika Konstantinopel (Istanbul), bukan Baghdad Abbasiyah yang jadi ibukota kaum Muslim, maka Eropa akan terserap ke dalam Islam. Sebab, Konstatinopel melingkupi perairan yang menghubungkan Laut Hitam ke Mediterania, memiliki semua pelabuhan yang diperlukan untuk membuat angkatan laut mampu melintasi Laut Aegea dan Mediterania untuk terus ke Yunani dan Italia. Lalu, masuk ke Spanyol dan Pantai Perancis dan, melalui Selat Gibraltar di pantai Atlantik, masuk ke Inggris dan Skandinavia. Dengan kombinasi kemampuan kemampuan perang darat pasukan Muslim dan perang laut, bukan mustahil Eropa yang kita kenal kini adalah Eropa Muslim. Namun, sayangnya tidak demikian kejadian faktualnya.
Tatkala Dunia Islam mengalami kejayaan di Dunia Tengah dan sebelah timur Dunia Mediterania, Eropa mulai terhenyak. Mereka mulai berbenah diri tetapi sadar, sumber-sumber kekayaan dunia Timur yang terletak di Cina dan India tidaklah mampu mereka lalui lewat darat. Seluruhnya berada di bawah kekuasaan kaum Muslim.
Akhirnya, mereka merintis jalur laut baru yaitu melalui jalur barat: Samudera Atlantik. Terus ke barat hingga mereka tiba di benua Amerika yang kaya akan emas. Juga, mereka mengitari ujung selatan Afrika yang kaya akan sumber budak. Juga dari Tanjung Harapan mereka berbelok ke Timur Laut hingga tiba di kepulauan rempah-rempah: Nusantara. Emas di benua Amerika, berlian dan budak di Afrika dan rempah-rempah di Nusantara membuat Eropa bergelimang harta. Nilai ini terus bertambah tatkala uang ditemukan.
Namun, motif utama Eropa mereka bukan penyebaran peradaban semata melainkan didorong oleh ideologi kapitalisme yang mulai tumbuh subur pasca reformasi Martin Luther dan ajaran Calvinis. Mereka melakukan kolonialisasi di benua Amerika, selatan Afrika, dan Nusantara. Kehadiran mereka di masa kemudian tidak lagi dianggap sebagai sahabat melainkan musuh yang harus dienyahkan dengan segala atributnya : agama, budaya, dan ideologi.
Demikianlah, penemuan kekayaan di dunia-dunia baru membuat kerajaan-kerajaan Eropa mampu membiayai eksplorasi mereka akan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, militer (selain tentara reguler juga mersenari), serta mengasah pemahaman mereka akan luasnya dunia. Mereka mampu membuat peta yang relatif akurat dan mampu memikirkan penaklukan dunia lewat meja kerja. Dari dunia-dunia baru tersebut, Eropa mulai mengepung Dunia Tengah. Mereka mengikis dan melucuti kekuasaan Dunia Islam secara satu per satu lewat selatan. Barat jarang melakukan penaklukan lewat perang frontal. Kerap lebih suka melakukannya lewat metode diplomasi dan “economic war.” Ya, Eropa punya uang, emas, dan berlian yang banyak untuk melakukan penaklukan atas Dunia Tengah.
Dengan metode ekonomi pula Eropa melucuti Imperium terbesar Dunia Islam : Dinasti Utsmani. Budaya koruptif birokrasi dan keturunan Utsmani merupakan pintu masuk yang paling mudah. Hingga akhirnya imperium terbesar Islam, Utsmani, dijuluki “raksasa yang sakit.” Puncaknya adalah, penghapusan Dinasti Utsmani dari kuasa politik tahun 1924.
Dengan runtuhnya Turki Utsmani, kuasa politik dunia Islam paling luas dan tangguh (penakluk Benteng Konstantinopel) jatuh dan meregang. Mulai abad ke 19, Eropa kemudian “memetak” kuasa politik di Dunia Tengah menjadi negara-negara kecil seperti Iraq, Yordania, Syiria, Lebanon, Turki, Arab Saudi, Yaman, Uni Emirat Arab, Mesir, Aljazair, Maroko, dan sebagainya. Masing-masing negara, kendati mayoritas muslim, asyik memikirkan dirinya sendiri. Eropa yang kemudian identik dengan Amerika Serikat selaku sekutunya, pun keluar selaku pemenang dan kemudian mengkonstruksi sejarah versi mereka. Hingga saat ini.
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.